MOTIVASI
Motivasi
adalah proses psikologis yang mendasar dan merupakan salah satu unsur yang
dapat menjelaskan perilaku seseorang. Motivasi berasal dari kata “movere” dalam bahasa latin yang berarti
“bergerak” atau “menggerakkan”. Menurut beberapa ahli, motivasi didefinisikan
sebagai berikut :
1. Hamzah B. Uno (2007) mengatakan bahwa
motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan tingkah laku seseorang.
Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan
sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan
seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan
motivasi yang mendasarinya.
2. Christine Harvey (1996) mengatakan
bahwa motivasi adalah komoditi yang sangat dibutuhkan oleh semua orang.
3. Thomas L. Good dan Jere E. Brophy
(1990) mengatakan bahwa motivasi sebagai konstruk hipotesis yang digunakan
untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas, dan keajegan perilaku yang diarahkan
oleh tujuan.
4. Don Hellriegel dan Jhon W. Slocum
(1979) mengatakan bahwa motivasi adalah proses psikologis yang dapat
menjelaskan perilaku seseorang. Perilaku hakikatnya merupakan orientasi pada
satu tujuan. Dengan kata lain, perilaku seseorang dirancang untuk mencapai
tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan proses interaksi dari
beberapa unsur. Dengan demikian, motivasi merupakan kekuatan yang mendorong
seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.
5. Menurut Hasibuan (2007:219) motivasi
adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja sseorang,
agar mereka mau berkerjasama, bekerja efaktif dan terintregasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Dari definisi diatas, maka motivasi
dapat didefinisikan sebagai masalah yang sangat penting dalam setiap usaha
kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi, masalah
motivasi dapat dianggap simpel karena pada dasarnya manusia mudah dimotivasi,
dengan memberikan apa yang diinginkannya. Masalah motivasi, dianggap kompleks,
karena sesuatu dianggap penting bagi orang tertentu.
Menutut
Lau dan Shani (1992) dalam Zuhdi (2006), terdapat dua pendekatan umum dalam
mempelajari motivasi, yaitu teori isi dan teori proses.
1. Teori isi adalah teori yang
menjelaskan mengenai profil kebutuhan yang dimiliki seseorang. Teori ini
berusaha mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan motivasi
kerja. Teori isi antara lain adalah Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, Teori E-R-G, Teori Dua Faktor, dan
Teori Tiga Motif Sosial.
2. Teori proses menjelaskan proses
melalui dimana munculnya hasrat seseorang untuk menampilkan tingkah laku
tertentu. Teori ini berkaitan dengan identifikasi variabel dalam motivasi dan
bagaimana variabel-variabel tersebut saling berkaitan. Beberapa teori proses
antara lain Teori Keadilan dan Teori Ekspektansi.
Dari beberapa teori motivasi tersebut
diatas, maka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham Maslow yang
dikenal dengan “Teori Hierarki Kebutuhan”. Alasan penulis
menggunakan teori ini, karena teori ini merupakan teori dasar yang mewakili
kebutuhan-kebutuhan manusia. Setiap organisasi selalu berupaya untuk berhasil dalam mencapai tujuan.
Ini dilakukan agar kelangsungan hidup organisasi tetap terjaga dalam menjaga stabilitas
produktivitasnya. Penjelasan
mengenai konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima
kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkis, yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Merupakan
kebutuhan pada tingkat yang paling bawah. Kebutuhan ini merupakan salah satu
dorongan yang kuat pada diri manusia, karena merupakan kebutuhan untuk
mempertahankan hidupnya.
Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan
papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang,
hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. menjadi motif
dasar dari seseorang mau bekerja efektif dan dapat memberikan produktivitas
yang tinggi bagi organisasi.
2. Kebutuhan akan Rasa Aman (Security Needs)
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan tingkat kedua. Seseorang mempunyai harapan untuk dapat
memenuhi standar hidup yang dianggapnya wajar. Kebutuhan ini mengarah kepada
rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya,
wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan
antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas
kedudukan dan wewenangnya.
3. Kebutuhan Sosial (Social Needs)
Kebutuhan
sosial ini sering juga disebut kebutuhan untuk dicintai dan mencintai, atau
kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok tertentu. Kebutuhan akan
diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan
tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi.
4. Kebutuhan akan Harga Diri atau
Martabat (Esteem Needs)
Kebutuhan
pada tingkat keempat adalah kebutuhan akan harga diri atau martabat. Termasuk
juga kebutuhan akan status dan penghargaan. Kebutuhan akan kedudukan dan
promosi dibidang kepegawaian. Seseorang mempunyai kecenderungan untuk dipandang
bahwa mereka adalah penting, bahwa apa yang mereka lakukan ada artinya, bahwa
mereka mempunyai kontribusi pada lingkungan sekitarnya.
5. Kebutuhan untuk Mewujudkan Diri (Self Actualization Needs)
Kebutuhan
ini merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan ini antara lain
perasaan bahwa pekerjaan yang dilakukannya adalah penting, dan ada keberhasilan
atau prestasi yang ingin dicapai. Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas
kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala
kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk
mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini
diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri
dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang
lebih tinggi.
Menurut
Maslow (1943), kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut muncul dalam hirarki yang
berbeda. Teori Maslow secara mutlak
menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang
bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya
dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang
berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek
yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus
selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Skema I:
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan tersebut terutama diarahkan pada
konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah
hierarki dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga.
Logikanya
ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada
pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
1. Kebutuhan yang satu saat sudah
terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
2. Pemuasaan berbagai kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
3. Berbagai kebutuhan tersebut tidak
akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Meskipun
demikian, hirarki kebutuhan ini bersifat mekanikal dan kronologikal. Artinya
kebutuhan akan rasa aman tidak muncul tiba-tiba setelah kebutuhan fisiologis
sepenuhnya terpuaskan. Setelah suatu jenis kebutuhan cukup terpenuhi, mungkin
akan muncul tingkat kebutuhan berikutnya.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
Maslow
menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri sebagai orang yang
sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang bisa mereka
lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah mengaktualisasikan
diri sebagai berikut:
1.
Memiliki
persepsi akurat tentang realitas.
2.
Menikmati
pengalaman baru.
3.
Memiliki
kecenderungan untuk mencapai pengalaman puncak.
4.
Memiliki
standar moral yang jelas.
5.
Memiliki
selera humor.
6.
Merasa
bersaudara dengan semua manusia.
7.
Memiliki
hubungan pertemanan yang erat.
8.
demokratis
dalam menerima orang lain.
9.
Membutuhkan
privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan,
bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri
dengan orang lain.
Agar menjadi orang yang sudah mencapai aktualisasi diri,
tidak selalu dengan menampilakan semua ciri tersebut. Dan tidak hanya orang yang
sudah mengaktualisasikan diri yang menampilakan ciri-ciri tersebut. Namun,
orang-orang yang menurut Maslow adalah orang yang mengaktualisasikan diri umumnya
lebih sering menampilkan ciri-ciri tersebut dibandingkan kebanyakan dari kita.
Sebagian besar dari lima belas ciri tersebut sudah jelas dengan sendirinya,
tetapi kita mungkin bertanya-tanya tentang pengalaman puncak (experience peak).
Maslow mendefinisikan pengalaman puncak sebagai saat-saat tatkala dunia tampak
utuh dan orang itu merasa selaras dengannya. Pengalaman puncak selalu melekat
dalam diri kita dan mengubah persepsi kita mengenai dunia agar menjadi lebih
baik lagi.
Bagi
sebagian orang, pengalaman puncak diasosiasikan dengan agama, tetapi bisa juga
tercetus melalui seni, musik, dan momen-momen yang memerlukan pengambilan
resiko. Maslow tidak menyamakan aktualisasi diri dengan kesempurnaan.
Orang-orang yang bisa mengaktualisasikan diri pada dasarnya hanya memenuhi
potensi dirinya sendiri. Dengan demikian, seseorang bisa saja menjadi tolol, boros,
sombong dan tidak sopan sekaligus, tetapi masih tetap bisa mengaktualisasikan
dirinya. Orang yang mampu mencapai aktualisasi diri hanya kurang dari satu
persen, sebab tidak banyak dari kita yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang
lebih rendah dalam hierarki.
Motivasi timbul karena dua faktor,
yaitu dorongan yang berasal dari dalam manusia (faktor individual atau
internal) dan dorongan yang berasal dari luar individu (faktor eksternal).
Faktor individual yang biasanya mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu
adalah :
1.
Minat
Seseorang akan merasa
terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau kegiatan tersebut merupakan
kegiatan yang sesuai dengan minatnya. Seseorang karyawan yang mempunyai minat
yang tinggi ditandai dengan:
a) Perasaan
senang bekerja
b) Kesesuaian
bekerja sesuai dengan keinginan
c) Merasa
sesuai dengan kebijakan pimpinan
2.
Sikap
Positif
Seseorang
yang mempunyai sikap positif terhadap suatu kegiatan dengan rela ikut dalam
kegiatan tersebut, dan akan berusaha sebisa mungkin menyelesaikan kegiatan yang
bersangkutan dengan sebaik-baiknya. Seorang karyawan mempunyai sikap positif
terhadap pekerjaannya ditandai dengan:
a) Merasa
senang apabila target yang diinginkan perusahaan terpenuhi
b) Mempunyai
loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan
c) Mempunyai
disiplin kerja yang tinggi
3. Kebutuhan
Setiap orang mempunyai kebutuhan
tertentu dan akan berusaha melakukan kegiatan apapun asal kegiatan tersebut
bisa memenuhi kebutuhannya. Rangsangan berupa gaji atau upah, bonus, intensif
banyak menarik orang karena memberikan pengaruh terhadap kepuasan seseorang
diluar pekerjaan. Kepuasan-kepuasan yang ditimbulkan oleh penerima gaji itu
antara lain.
a) Gaji
memungkinkan seseorang memenuhi kebutuhan fisik serta keluarganya.
b) Gaji
jika cukup besarnya mungkin dapat pula dipakai untuk membeli
kebutuhan
lain yang bersifat sekunder.
c) Gaji
sering pula dipandang sebagai simbol kekayaan.
d) Gaji
juga menempatkan seseorang pada kedudukan yang tinggi dalam status dan gengsi
sosial.